Wisata Damai ke Masjid Lautze

Pada tulisan saya yang lalu saya pernah mengemukakan jika saya menyukai wisata religi. Bagi saya berkunjung ke rumah ibadah dari agama apapun akan menimbulkan ketenangan. Setelah menulis tentang Wisata Damai ke Gereja Katedral, kali ini saya akan menulis pengalaman saya berkunjung ke salah satu Masjid di Jakarta

Didirikan pada tahun 1991 oleh ICMI yg diketuai oleh Prof. Ir. BJ Habibi, Masjid ini tampak mencolok dibanding bangunan-bangunan lain . Kombinasi cat merah, kuning dan hijau menghiasi bagian muka masjid.
Terletak di jalan Lautze bangunan bergaya Tionghoa lebih mirip klenteng tempat peribadatan Konghucu. Bagaimana tidak, muka bangunan dua tingkat itu memperlihatkan ornamen-ornamen yang jauh dari gambaran masjid pada umumnya.

Tidak ada kubah, simbol bulan dan bintang diatas, serta dihimpit oleh ruko-ruko disebelahnya dengan hiasan lampion kecil berwarna merah menggantung. Namun terdapat plat bertuliskan Masjid Lautze, yang diresmikan oleh Presiden RI ke-3 BJ Habibie.
Masjid ini merupakan bangunan yang menyatu dengan kantor, yakni Yayasan Haji Karim OEI. Haji Karim OEI, merupakan tokoh three in one, pengusaha sukses, muslim yang taat, dan nasionalis sejati.Sepak terjangnya menunjukan bahwa dia adalah seseorang yang cinta tanah air, dan salah satu teman dekat dari Presiden RI pertama Soekarno, dan tokoh ulama besar Buya Hamka.

FB_IMG_1536900900212

Keberadaan tempat bersejarah Masjid Lautze menunjukkan bahwa agama tidak memandang ras, ataupun asal usul seseorang.
Setiap manusia memiliki hak untuk menentukan keyakinannya dimanapun dirinya berpijak. Menelisik ke dalam Masjid, lampion besar yang menggantung dilangit-langit, aksara dan lukisan kaligrafi bernuansa Tionghoa, turut menambah kekentalan nuansa negara tirai bambu. Arti dari potongan-potongan ayat yang menghiasi dinding juga menggunakan bahasa Mandarin.
Sungguh sesuatu yang sangat unik dan berbeda dari Masjid di Indonesia pada umumnya. Salah satu warisan bersejarah yang terletak di pusat kota Jakarta yang hampir luput dari penglihatan kita.

Saat ini ketua yayasan Haji Karim OEI dipercayakan pada H.Ali Karim atau Oei Tek Lie, putra dari Haji Karim.

Bukan hanya untuk ibadah, yayasan pengelola Masjid Lautze menyediakan layanan kesehatan di lantai dua. Pengobatan yang buka setiap Selasa dan sudah berlangsung selama satu tahun itu terbuka untuk masyarakat golongan ekonomi tak mampu.
Layanan kesehatan ini bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk pembiayaan obat obatan bahkan pembiayaan rumah sakit jika dibutuhkan.

Keunikan lain dari Masjid Lautze ini adalah waktu operasional masjid. Tidak seperti masjid masjid lainnya Masjid Lautze ini hanya buka pada pk. 09.00 WIB hingga pk 17.00 WIB, hal ini dikarenakan Masjid ini setiap harinya lebih banyak dipakai beribadah oleh pegawai perkantoran di sekitar Jl. Lautze dan jika karena keterbatasan sumber daya pengelolaan.

Keunikan lain adalah pada saat Ramadan tiba, sistem salat di Masjid ini memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Salat tarawih dipimpin oleh para mualaf yang belajar Islam disana, dengan jumlah 11 rakaat, setiap dua rakaat sekali dilakukan pergantian imam.Tujuannya,agar mereka bisa belajar menjadi pemimpin untuk kehidupannya sendiri, dari yang paling dasar, untuk dirinya dan keluarganya.

Unik ya masjid yang satu ini. Tidak banyak gambar  gambar yang bisa saya ambil disini karena sudah masuk waktu shalat. Setelah shalat Dzuhur di masjid Lautze ini,  saya pun kembali melanjutkan wisata religi saya kesebuah Vihara. Pengalaman  saya berkunjung ke Vihara ini akan saya tulis pada tulisan berikutnya ya.. .

 

59 tanggapan untuk “Wisata Damai ke Masjid Lautze

  1. Dari namanya udah kebayang kalo Masjid Lautze dibangun oleh seorang Muslim Tionghoa. Seru yah melihat bagaimana proses akulturasi religi bisa membaur dalam keberagaman di masyarakat, Kak Ifa.

    Suka

  2. Perjalanan yang menarik, sebetulnya banyak hal-hal menarik di sekitar kita yang sebetulnya menyimpan banyak cerita namun luput dari perhatian kita, melalui tulisan seperti ini akan semakin menambah wawasan kita, thank you…

    Suka

  3. Bagus banget cara pembelajaran untuk menjadi seorang imam.. Langsung praktek.. Semoga semakin banyak imam / pemimpin yang semakin amanah karena ditempa melalui latihan langsung.. 😉

    Suka

  4. Bener banget. Yang terlintas dipikiran saya juga langsung Masjid Ramlie Mushofa kalau ingat mengenai seorang Muslim Tionghoa. Cuma dari segi arsitektur, kelihatannya seperti bangunan tempo dulu ya kak.

    Suka

  5. Informatif sekali mba. Bisa jadi referensi saya buat main ke sana. Biasanya ramadhan itu jadi ajang saya buat wisata religi ke masjid-masjid.

    Suka

  6. Masya Allah, masjid Lautze menginspirasi tanpa memandang perbedaan etnis. Apalagi keunikannya ketika Ramadan tiba. Itu luar biasa. Ingin sholat tarawih disana suatu saat. Insha Allah

    Suka

  7. Dear mbak Ifa…tos dulu yuks…
    Sayapun jika trip atau kunjungan ke suatu daerah selalu menyempatkan berkunjung ke rumah2 ibadah. Saya mengunjungi Masjid Lautze beberapa waktu lalu, dalam moment Ramadhan, menarik ya mbak mendengar cerita seputar mesjid tsb.

    Suka

  8. Unik sekali ya masjidnya apalagi di masjid ini memberi kesempatan mualaf untuk belajar jd memimpin. Pengen liat foto2nya yang lain Kak

    Suka

    1. Karena daerah situ memang tidak ada perumahan jadi jamaahnya ya karyawan kantor sekitar. Selain itu ada masjid lain tak jauh dari masjid Lautze yang lebih dekat kepemukiman, jadi penduduk muslim beribadah di masjid tersebut.

      Suka

  9. Blusukan di Jakarta aja kayaknya enak nih, bisa ke tempat-tempat menarik kayak Mesjid Lautze ini. Tapi mungkin lebih sip lagi kalau ditemani narasumber kompeten yang bisa bercerita lebih detail tentang sejarahnya.

    Suka

  10. penasaran sama penampakan luar masjidnya seperti apa, padahal sering ke sawah besar beli part buat mobil, baca ini mesti dimampirin nanti pas kesana lagi….Marbitnya bisa jabarin sejarahnya kan yaa kalau misalnya mau ngobrol-ngobrol gitu..

    Suka

Tinggalkan komentar